P1. Hadits Shahih dan Hadits Hasan I Ilmu Hadits XI Agama Sem. 1
BAB I
HADITS SHAHIH DAN HADITS HASAN
A. Hadis ṣaḥīḥ
1. Pengertian hadis ṣaḥīḥ
Kata ṣaḥīḥ secara bahasa diartikan sehat, merupakan lawan dari
saqim (sakit atau lemah). Yang dimaksud hadis ṣaḥīḥ adalah hadis yang sehat dan
benar tanpa adanya penyakit dan cacat.
Adapun pendapat mereka secara istilah dari hadis shahih ialah,
seperti contoh sebagai berikut:
“Hadis yang sanadnya bersambung (tanpa putus), diriwayatkan oleh
periwayat yang adil dan sempurna ingatannya dari periwayat yang memiliki
kualitas sepadan, tidak syaż dan tidak ada „illat yang dapat
mencederainya.”Imam Nawawi dalam kitab Tadrib Ar-Rowy mendefinisikan lebih
ringkas, yaitu:
Atau ada juga yang megatakan bahwa:
“Hadis yang sanadnya bersambung melalui orang-orang yang adil dan
sempurna ingatannya, tidak syaż dan tidak ada „ilat.”
Salah satu sebagai contoh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
ialah:
Artinya: “Rasulullah Saw. bersabda: makanan dua orang cukup untuk
tiga orang dan makan tiga orang cukup untuk empat orang.”
2. Syarat-Syarat Hadis Ṣaḥīḥ
Berdasarkan definisi hadis ṣaḥīḥ di atas, dapat dipahami bahwa
syarat-syarat hadis ṣaḥīḥ adalah sebagai berikut:
a.
Sanadnya
Muttaṣil
Maksudnya adalah semua periwayat isi
hadis tersebut benar-benar mengambil hadis secara langsung dari periwayat
sebelumnnya, kemudian periwayat sebelumnnya dari periwayat sebelumnya lagi
hingga akhir sanad.
Untuk memastikan sebuah hadis
diterima langsung oleh periwayat dari gurunya, Imam Muslim mensyaratkan
keduanya harus hidup satu generasi dan memungkinkan saling bertemu. Sedangkan
Imam Bukhari mensyaratkan keduanya harus benar-benar pernah bertemu. Oleh
karenanya, kitab Shahih Bukhari dianggap lebih utama karena syaratnya lebih
ketat.
b.
Periwayatnya
„Adil
Adil adalah sebuah watak yang
menjadikan seseorang selalu bertakwa dan menjaga harga diri. Orang adil adalah
seorang muslim, berakal sehat, tidak fāsiq dan tidak jelek prilakunya (menjaga
murūah).
Dalam menilai keadilan seorang
periwayat, cukup dilakukan dengan salah satu metode berikut:
1)
Keterangan
seseorang atau beberapa ulama ahli ta‟dīl bahwa periwayat itu bersifat adil.
2)
Khusus
mengenai periwayat hadis pada tingkat sahabat, mayoritas ulama sepakat bahwa
seluruh sahabat adalah adil.
c.
Periwayatnya
Ḍābiṭ
Maksudnya masing-masing periwayatnya memiliki daya ingat sempurna ketika
menerima hadis, kemudian menjaga isi hadis tersebut baik melalui hafalannya
(dābiṭ shadran) atau tulisannya ( ābiṭ kitaban). Artinya, kapan pun hadis
tersebut dibutuhkan, dia dapat menunjukkan dengan cepat, baik melalui hafalan
atau tulisannya, dengan tanpa adanya perubahan dari saat menerima hadis pertama
kali. Adapun sifat-sifat ke ābiṭan periwayat, menurut para ulama, dapat
diketahui melalui:
1)
Kesaksian
para ulama.
2)
Berdasarkan
kesesuaian riwayatannya dengan riwayat orang lain yang telah dikenal ke ābiṭannya.
d 3) Tidak
Syaż
Maksudnya ialah isi hadis (matan hadis) itu benar-benar tidak syaż.
Dalam arti tidak bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh orang yang
lebih ṡiqah.
e.
Tidak
terdapat ‟illat
Maksudnya tidak ada sebab yang samar yang dapat menurunkan derajat
keṣaḥīḥ-an hadis. „Illat hadis dapat terjadi pada sanad, matan, atau keduanya
sekaligus. Namun demikian, „illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad,
seperti menyebutkan muttaṣil terhadap hadis yang munqati‟ atau mursal.
3. Kedudukan Hadis Ṣaḥīḥ
Hadis ṣaḥīḥ
sebagai sumber ajaran Islam lebih tinggi kedudukannya dari hadis ḥasan. Karena
itu apabila hadis ṣaḥīḥ bertentangan dengan hadis ḥasan, maka didahulikan hadis
ṣaḥīḥ. Semua ulama sepakat menerima hadis ṣaḥīḥ sebagai sumber ajaran Islam
atau hujjah yang dapat digunakan untuk menentukan masalah akidah, hukum dan
akhlak. Hukum-hukum yang berdasarkan hadis ṣaḥīḥ harus diamalkan.
4. Klasifikasi Hadis Ṣaḥīḥ
a.
Hadis ṣaḥīḥ li żātihi
Hadis ṣaḥīḥ li żātihi adalah hadis yang memenuhi lima syarat
keshahihan sebuah hadis sebagaimana yang terhimpun dalam definisi hadis sahih
dan contoh di atas.
b.
Hadis ṣaḥīḥ li gairihi
Hadis ṣaḥīḥ li gairihi
adalah hadis hadis hasan yang naik derajatnya karena ada jalur
periwayatan lain yang lebih kuat. Jalur periwayatan yang lebih kuat yang
menyebabkan naiknya derajat hadis hasan menjadi ṣaḥīḥ li gairihi dikenal dengan istilah syahid atau muttabi'
5. Tingkatan Derajat Hadis Ṣaḥīḥ
Kesahihan
ditentukan oleh keadaan para rawinya (adil dan
ābiṭ), ketersambungan sanad-sanadnya,
selamat dari kecacatan (illat) dan kejanggalan (syaż).
Dan terdapat beberapa tingkatan:
a.
Hadis Muttafaq Alaih
b.
Hadis Riwayat Bukhari sendirian
c.
Hadis Riwayat Muslim sendirian
d.
Hadis yang sanadnya memenuhi syarat ṣaḥīḥ Bukhari dan ṣaḥīḥ Muslim.
7. Kitab Hadis yang Secara Umum Paling Ṣaḥīḥ
Muhaddis yang
pertama kali mengumpulkan hadis ṣaḥīḥ dalam sebuah kitab ialah Imam Bukhari
dengan kitabnya al-Jami‟ al-Ṣaḥīḥ kemudian Imam Muslim dengan kitabnya Ṣaḥīḥ
Muslim.
Secara umum,
ulama sepakat bahwa ṣaḥīḥ Imam Bukhari lebih unggul dibanding ṣaḥīḥ Muslim
karena beberapa alasan:
1.
Syarat
muttaṣil menurut Imam Bukhari lebih ketat.
Untuk
memastikan sebuah hadis diterima langsung oleh periwayat dari gurunya, Imam
Muslim mensyaratkan mencukupkan keduanya hidup satu generasi dan memungkinkan
untuk saling bertemu. Sedangkan Imam Bukhari mensyaratkan harus benar-benar
pernah bertemu.
2.
Imam
Bukhari lebih berhati-hati dalam menentukan keṡiqahan periwayat.
Hadis-hadis
Bukhari mengandung berbagai permasalahan yang lebih lengkap, sehingga lebih
detail dalam hal menggali hukum fikih. Namun
demikian ṣaḥīḥ Muslim lebih sistematik dibanding ṣaḥīḥ Bukhari.
Karena dalam ṣaḥīḥ Muslim tidak memotong matan hadis dan tidak mengulang-ulang
sanad.
B.
Hadis Ḥasan
1.
Pengertian Hadis Ḥasan
Ḥasan
menurut bahasa berarti baik atau bagus. Sedangkan menurut istilah, ulama
berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis ḥasan. Di antaranya adalah:
“Hadis yang sanadnya bersambung (tanpa putus), diriwayatkan oleh
periwayat yang adil dan memiliki daya ingat di bawah periwayat hadis ṣaḥīḥ,
tidak syaż dan tidak memiliki „ilat.”
2.
Klasifikasi Hadis Ḥasan
a.
Hadis ḥasan li ātihi
Adalah hadis yang sesuai dengan definisi di atas. Syarat-syarat
hadis ḥasan li ātihi:
1.
Periwayatnya
„adil
2.
Sanadnya
sambung
3.
Periwayatnya
bersifat ābiṭ, namun kurang sempurna ke
ābiṭannya
4.
Tidak
bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh rijāl yang lebih ṡiqah
5.
Serta
tidak ada cacat yang samar yang menyebabkan turunnya derajat hadis
b.
Hadis ḥasan li gairihi
Adalah Hadis a'īf yang memiliki jalur sanad lebih dari satu, dan ke- a'īfannya tidak disebabkan rawinya fasik atau pembohong. Dinamakan ḥasan li gairihi karena sebetulnya sanadnya tidak ḥasan, akan tetapi menjadi ḥasan karena ada hadis lain.
Syarat-syarat hadis ḥasan lighairihi adalah:
1)
Ada
sanad lain, satu atau lebih yang sederajat atau lebih kuat.
2)
Sebab
ke a‟īfannya adalah bukan karena sebagai berikut;
a.
al-Każibu:
bohong,
b.
Muttahammun
bi al-Każibi : dianggap bohong,
c.
Munkaru
al-ḥadīṡ : bertentangan dengan riwayat yang lebih ṡiqah,
d.
Faḥsyu
al-galāṭ : sering melakukan kesalahan yang fatal dalam meriwayatkan hadis.
2.
Marātib (Tingkatan derajad) hadis ḥasan
Seperti halnya hadis shahih yang
mempunyai tingkatan, begitu juga hadis ḥasan juga mempunyai tingkatan sebagai
berikut: Pertama: hadis yang dikatakan ṣaḥīḥ dan ada yang mengatakan ḥasan,
aitu yang diriwayatkan oleh Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya dan Amru
bin Syuai dari ayahnya dari kakeknya Ibnu Ishaq dari at-Taimi. Kedua: hadis
yang dikatakan ḥasan dan ada yang mengatakan
a'īf, yaitu yang diriwayatkan oleh al-Haris bin Abdullah, Ashim bin
Dlamrah, Hajjaj bin Arthah.
3.
Kedudukan hadis ḥasan.
Kedudukan hadis ḥasan liżātihi
adalah di bawah ṣaḥīḥ ligairihi dan diatas hadis ḥasan ligairihi. Maka hadis ḥasan
dapat dibuat hujah dan wajib diamalkan. Akan tetapi apabila bertentangan dengan
hadis ṣaḥīḥ maka yang dimenangkan hadis ṣaḥīḥ.
Tidak ada komentar