Header Ads

ads header

Breaking News

BAB. II SUMBER HUKUM ISLAM DAN PEMBAGIANNYA

 Sumber Hukum dalam Islam dan Sumber Hukum Islam yang Muttafaq

Secara umum, sumber hukum dalam Islam diklasifikasikan menjadi dua kategori utama:

  1. Sumber Hukum Islam yang Muttafăq (Disepakati).
  2. Sumber Hukum Islam yang Mukhtălăf (Tidak Disepakati).

Sumber Hukum Islam yang Muttafăq (Disepakati)

Sumber hukum Islam yang Muttafăq (disepakati) oleh ulama berjumlah empat, dan ini merupakan fokus pembahasan dalam Bab II sumber yang diberikan. Sumber-sumber tersebut adalah:

  1. Al-Qur’ân.
  2. Al-Hadis.
  3. Ijma’.
  4. Qiyas.

1. Al-Qur’ân

Al-Qur’ân adalah kalam (firman) Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Kedudukan dan Definisi:

  • Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan dengan lafadz bahasa Arab dan maknanya dari Allah SWT melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
  • Ia adalah dasar dan sumber hukum utama bagi syari’at Islam dan menempati kedudukan pertama dari sumber-sumber hukum Islam yang lain.
  • Al-Qur'an dinukil secara mutawatir (dari generasi ke generasi tanpa kemungkinan sepakat untuk berbohong) dan tertulis dalam mushaf, sehingga kebenaran dan keabsahannya terjamin.
  • Semua sumber hukum dan ketentuan norma yang ada tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an.

Pedoman Penetapan Hukum: Al-Qur’an menetapkan hukum sesuai dengan perkembangan kemampuan manusia (fisik maupun rohani) berdasarkan tiga pedoman:

  1. Tidak memberatkan (عدم الحرج): Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
  2. Meminimalisir beban (قلّة التكليف): Ini konsekuensi logis dari dasar pertama, memberikan rukhsah (keringanan) dalam beberapa ibadah, seperti menjama’ dan mengqashar sholat saat perjalanan.
  3. Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum (التدرج): Penetapan hukum dilakukan secara bertahap, contohnya dalam pengharaman minuman keras dan judi.

2. Al-Hadis

Al-Hadis adalah sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur'an.

Definisi:

  • Al-Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan (qauliyah), perbuatan (fi’liyah), ketetapan (taqrir), dan sebagainya.
  • Macam-macam hadis ada tiga: Hadis qauliyah (perkataan Nabi), Hadis fi’liyah (perbuatan Nabi), dan Hadis taqrir (ketetapan/persetujuan Nabi terhadap perbuatan sahabat).

Kedudukan dan Kehujjahan:

  • Allah SWT memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati dan melaksanakan segala peraturan yang dibawa oleh Rasulullah. Ketaatan kepada Rasul sama halnya dengan ketaatan kepada Allah SWT.
  • Menjadikan hadis sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.

Fungsi Al-Hadis terhadap Al-Qur’an: Mengingat Al-Qur’an bersifat global, Al-Hadis berfungsi sebagai penjelas:

  1. Bayanut taqrir: Menetapkan dan menguatkan hukum yang sudah ada dalam Al-Qur’an (misalnya hadis tentang kewajiban puasa di bulan Ramadhan menguatkan QS. Al-Baqarah: 185).
  2. Bayanut tafsir: Menjelaskan atau merinci redaksi Al-Qur’an yang bersifat global (umum) (misalnya hadis yang menafsirkan Lailatul Qadr berada pada malam ganjil di sepuluh akhir Ramadhan).
  3. Bayanut tasyri’: Menetapkan hukum yang tidak dijelaskan oleh Al-Qur’an (misalnya penentuan kadar zakat fitrah).

3. Ijma’

Ijma’ adalah sumber hukum ketiga yang disepakati.

Definisi:

  • Secara bahasa, ijma’ berarti sepakat atau konsensus.
  • Secara istilah, Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid umat Islam pada suatu masa atas sesuatu perkara hukum syara’ setelah wafatnya Nabi SAW.
  • Kesepakatan harus berasal dari mujtahid, dan bukan dari selain mujtahid.

Kedudukan dan Kehujjahan:

  • Dalil Al-Qur’an (QS. An-Nisa’: 115) dan Al-Hadis menjadi landasan ulama bahwa ijma’ bisa dijadikan landasan hukum.
  • Apabila rukun dan syarat ijma’ terpenuhi, hasil ijma’ tersebut merupakan undang-undang syara’ yang wajib ditaati. Hukum yang ditetapkan melalui ijma’ bersifat qath’i (pasti) dan tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad lain.
  • Syarat-syarat ijma’ antara lain: harus dilakukan oleh orang yang banyak (mujtahid), seluruh mujtahid menyetujui, mujtahid terdiri dari berbagai daerah Islam, kesepakatan dinyatakan secara tegas, dan harus bersandar kepada dalil hukum (nash atau qiyas).

4. Qiyas

Qiyas adalah sumber hukum keempat yang disepakati.

Definisi:

  • Secara bahasa, qiyas diartikan sebagai mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain.
  • Secara istilah, qiyas adalah menghubungkan atau memberlakukan ketentuan hukum, suatu persoalan yang sudah ada ketetapannya di dalam nash kepada persoalan baru karena keduanya mampunyai persamaan ‘illat (sebab hukum).

Rukun Qiyas: Ulama ushul sepakat bahwa qiyas harus berpijak pada empat rukun:

  1. Ashl (pokok): Persoalan yang telah disebutkan hukumnya di dalam nash.
  2. Far’un (cabang): Persoalan baru yang tidak ada nash yang menjelaskan hukumnya dan disamakan hukumnya dengan ashl melalui qiyas.
  3. Hukm (ketetapan hukum): Hukum yang ada pada ashl dan akan diberlakukan sama pada far’un.
  4. ‘Illat (kesamaan sifat/sebab): Sifat atau keadaan yang dijumpai pada far’un dan juga ada pada ashl.

Sumber Hukum Islam yang Mukhtalaf (Tidak Disepakati)

Selain empat sumber di atas, terdapat sumber hukum Islam yang Mukhtălăf (tidak disepakati) oleh ulama. Sumber-sumber ini meliputi:

  1. Istihsan.
  2. Maslahah Mursalah.
  3. Istishab.
  4. Sadzudz dzari’ah.
  5. ‘Urf.
  6. Syar’u Man Qablana.
  7. Mazhab Shahabi.
  8. Dalalatul Iqtiran.

Tidak ada komentar